Semua kecaman bahkan desakan untuk menindak, termasuk membubarkan FPI hanya sandiwara belaka.
PETINGGI di negeri selalu bersikap abu-abu ketika menyikapi setiap persoalan yang menjadi keresahan di masyarakat. Petinggi yang dimaksud adalah pejabat pemerintah termasuk tokoh partai politik (parpol). Mereka dengan mudah mengecam dengan nada tinggi namun ujung-ujungnya sama saja, hanya bersandiwara di depan publik.
Itulah yang diperlihatan pemerintah serta parpol soal keberadaan Front Pembela Islam (FPI)—yang maaf-maaf saja—selama ini dikenal sebagai organisasi masyarakat (ormas) yang sering bersentuhan dengan tindakan anarkistik, apalagi saat bulan Ramadan, yang dikenal sebagai bulan penuh pengampunan dosa. Terakhir adalah kasus bentrok massa FPI dengan warga di Kendal dan Temanggung, Jawa Tengah (Jateng).
Baik pemerintah maupun parpol (terutama yang sejak awal memilih sebagai parpol oposisi) tiba-tiba bersuara sama, yakni tindak tegas bahkan sampai kepada tekad membubarkan ormas bernama FPI tersebut. Masyarakat pun tersedot dan sangat simpati dengan penegasan bertubi-tubi tersebut. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidatonya sempat beberapa kali memperingatkan FPI bahwa Islam itu seharusnya membawa damai.
Ketika acara di Kemayoran, 22 Juli 2013 lalu Presiden SBY menegaskan, aksi sweeping sangatlah mencederai ajaran Agama Islam. “Sangat jelas kalau ada elemen melakukan itu dan mengatasnamakan Islam justru memalukan agama Islam, mencederai agama Islam. Saya harus katakan itu saudara-saudara,” ucap presiden.
Namun, ternyata semua kecaman bahkan desakan untuk menindak termasuk membubarkan FPI belakangan hanya sandiwara belaka.
Sikap pemerintah dan parpol tiba-tiba saja melunak terhadap FPI. Bisa disimpulkan sikap pemerintah maupun parpol hanya berpura-pura marah terhadap FPI demi mencari simpati publik, tetapi sebenarnya tidak mampu melakukan pembubaran.
Janji Kapolri Jenderal Timur Pradopo kabarnya telah membentuk tim khusus untuk mengusut pernyataan Ketua Umum FPI, Habib Rizieq, yang menghina Presiden SBY dengan menyatakan SBY sebagai pecundang setelah kepala negara menyindir soal aksi FPI di Kendal yang menyebabkan satu warga meninggal dunia.
Hingga kini, kita tidak pernah tahu lagi perkembangan tim khusus yang dibentuk Mabes Polri itu. Belakangan malah beredar foto yang menggambarkan kemesraan Presiden SBY ketika menjabat Kaster ABRI dengan Ketua Umum FPI Habib Rizieq saat milad pertama FPI.
Kita hanya ingin menyatakan, dalam kasus kekerasan FPI ini peran pemerintah sama sekali berada pada titik nadir. Bisa dikatakan pemerintah yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat dari aksi kekerasan malah mati kutu alias tidak berdaya. Kita menduga jangan-jangan pemerintah, termasuk juga petinggi parpol, tahu siapa yang bermain di balik aksi kekerasan yang diperlihatkan FPI. Kita juga berpikir jangan-jangan keberadaan ormas seperti FPI ini sebenarnya sengaja dipelihara untuk kepentingan politik tertentu.
Jika benar dugaan ini maka kita akan teringat saat kejadian pada 1998 lalu ketika sejumlah petinggi militer membentuk Pamswakarsa untuk kemudian diadu dengan para pengunjuk rasa menentang rezim yang berkuasa saat itu.
Namun, di balik itu semua dan yang paling kita tidak kehendaki adalah kasus kekerasan yang dilakukan FPI dijadikan sebagai panggung politik oleh parpol untuk menarik perhatian masyarakat.
Kondisi ini teramat wajar apalagi pemilihan umum (pemilu) tinggal setahun lagi. Waktu sekarang ini ketika isu beredar begitu pesat—dari satu topik ke topik lainnya—maka mencari simpati dan mencuri perhatian masyarakat pemilih adalah kondisi yang sangat tepat.
Bukan tidak mungkin parpol termasuk parpol yang kini tengah berkuasa tidak mau kehilangan elektabilitas menjelang Pemilu 2014 mendatang.
Kita tidak ingin masyarakat selalu menjadi sasaran kebohongan yang dilakukan pemerintah termasuk juga parpol demi kepentingan politik sesaat. Hentikan perilaku politik yang tidak sehat itu. Menjadi tugas kita bersama untuk memberikan pendidikan politik yang sehat bagi masyarakat.
Tunjukkan cara berpolitik yang baik kepada masyarakat. Sekali lagi, jangan jadikan masyarakat sebagai bulana-bulanan kepentingan politik sesaat baik pemerintah maupun parpol. Termasuk dalam kasus kekerasan yang dipertunjukkan FPI. Katakan iya jika benar dan katakan tidak jika salah!
Sumber: http://www.shnews.co/detile-22947-sandiwara-di-balik-anarkistis-fpi.html
PETINGGI di negeri selalu bersikap abu-abu ketika menyikapi setiap persoalan yang menjadi keresahan di masyarakat. Petinggi yang dimaksud adalah pejabat pemerintah termasuk tokoh partai politik (parpol). Mereka dengan mudah mengecam dengan nada tinggi namun ujung-ujungnya sama saja, hanya bersandiwara di depan publik.
Itulah yang diperlihatan pemerintah serta parpol soal keberadaan Front Pembela Islam (FPI)—yang maaf-maaf saja—selama ini dikenal sebagai organisasi masyarakat (ormas) yang sering bersentuhan dengan tindakan anarkistik, apalagi saat bulan Ramadan, yang dikenal sebagai bulan penuh pengampunan dosa. Terakhir adalah kasus bentrok massa FPI dengan warga di Kendal dan Temanggung, Jawa Tengah (Jateng).
Baik pemerintah maupun parpol (terutama yang sejak awal memilih sebagai parpol oposisi) tiba-tiba bersuara sama, yakni tindak tegas bahkan sampai kepada tekad membubarkan ormas bernama FPI tersebut. Masyarakat pun tersedot dan sangat simpati dengan penegasan bertubi-tubi tersebut. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidatonya sempat beberapa kali memperingatkan FPI bahwa Islam itu seharusnya membawa damai.
Ketika acara di Kemayoran, 22 Juli 2013 lalu Presiden SBY menegaskan, aksi sweeping sangatlah mencederai ajaran Agama Islam. “Sangat jelas kalau ada elemen melakukan itu dan mengatasnamakan Islam justru memalukan agama Islam, mencederai agama Islam. Saya harus katakan itu saudara-saudara,” ucap presiden.
Namun, ternyata semua kecaman bahkan desakan untuk menindak termasuk membubarkan FPI belakangan hanya sandiwara belaka.
Sikap pemerintah dan parpol tiba-tiba saja melunak terhadap FPI. Bisa disimpulkan sikap pemerintah maupun parpol hanya berpura-pura marah terhadap FPI demi mencari simpati publik, tetapi sebenarnya tidak mampu melakukan pembubaran.
Janji Kapolri Jenderal Timur Pradopo kabarnya telah membentuk tim khusus untuk mengusut pernyataan Ketua Umum FPI, Habib Rizieq, yang menghina Presiden SBY dengan menyatakan SBY sebagai pecundang setelah kepala negara menyindir soal aksi FPI di Kendal yang menyebabkan satu warga meninggal dunia.
Hingga kini, kita tidak pernah tahu lagi perkembangan tim khusus yang dibentuk Mabes Polri itu. Belakangan malah beredar foto yang menggambarkan kemesraan Presiden SBY ketika menjabat Kaster ABRI dengan Ketua Umum FPI Habib Rizieq saat milad pertama FPI.
Kita hanya ingin menyatakan, dalam kasus kekerasan FPI ini peran pemerintah sama sekali berada pada titik nadir. Bisa dikatakan pemerintah yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat dari aksi kekerasan malah mati kutu alias tidak berdaya. Kita menduga jangan-jangan pemerintah, termasuk juga petinggi parpol, tahu siapa yang bermain di balik aksi kekerasan yang diperlihatkan FPI. Kita juga berpikir jangan-jangan keberadaan ormas seperti FPI ini sebenarnya sengaja dipelihara untuk kepentingan politik tertentu.
Jika benar dugaan ini maka kita akan teringat saat kejadian pada 1998 lalu ketika sejumlah petinggi militer membentuk Pamswakarsa untuk kemudian diadu dengan para pengunjuk rasa menentang rezim yang berkuasa saat itu.
Namun, di balik itu semua dan yang paling kita tidak kehendaki adalah kasus kekerasan yang dilakukan FPI dijadikan sebagai panggung politik oleh parpol untuk menarik perhatian masyarakat.
Kondisi ini teramat wajar apalagi pemilihan umum (pemilu) tinggal setahun lagi. Waktu sekarang ini ketika isu beredar begitu pesat—dari satu topik ke topik lainnya—maka mencari simpati dan mencuri perhatian masyarakat pemilih adalah kondisi yang sangat tepat.
Bukan tidak mungkin parpol termasuk parpol yang kini tengah berkuasa tidak mau kehilangan elektabilitas menjelang Pemilu 2014 mendatang.
Kita tidak ingin masyarakat selalu menjadi sasaran kebohongan yang dilakukan pemerintah termasuk juga parpol demi kepentingan politik sesaat. Hentikan perilaku politik yang tidak sehat itu. Menjadi tugas kita bersama untuk memberikan pendidikan politik yang sehat bagi masyarakat.
Tunjukkan cara berpolitik yang baik kepada masyarakat. Sekali lagi, jangan jadikan masyarakat sebagai bulana-bulanan kepentingan politik sesaat baik pemerintah maupun parpol. Termasuk dalam kasus kekerasan yang dipertunjukkan FPI. Katakan iya jika benar dan katakan tidak jika salah!
Sumber: http://www.shnews.co/detile-22947-sandiwara-di-balik-anarkistis-fpi.html