Pada masa lalu di Sulawesi Selatan khususnya dalam masyarakat etnis Makassar, permainan yang paling digemari pada semua lapisan termasuk kaum bangsawan adalah sabung ayam. Demikian halnya pada masyarakat Kajang.
Dalam permainan sabung ayam tereksperesi keberanian seseorang, sehingga banyak anak raja dan pengawal istana terjun ke arena sabug ayam hanya utuk menunjukkan keberaniannya, sambaing mereka bertaruh.
Namun dalam perkembangannya setelah masuknya Islam di Kerajaan Gowa sebagai iduk kerajaan Makassar, maka sabung ayam perlahan-lahan mulai dihilangkan dalam masyarakat, kerena dianggap permainan tersebut sebagai permainan judi, lagi pula termasuk melakukan penyiksaan terhadap binatang sebagai mahluk Tuhan.
Pelarangan itu tidak menghentikan minat masyarakat untuk menghibur dirinya dengan sesuatu yang bisa di adu. Maka masyarakat Kajang menciptakan tarian ‘Bitte Passapu” yang berarti menyabung sapu tangan (passapu). Dalam tarian ini sapu tangan dianggap seperti ayam yang disabungkan.
Dewasa ini tari Bitte passapu ini dijadikan tarian untuk menjemput tamu.