Anggota Komisi Kejaksaan Kaspudin Noor menilai, sanksi sangat tergantung dari pembuktian perkara yang dilaporkan ke Kepolisian. Hasil pemeriksaan internal yang digelar Rabu (4/9) kemarin juga bisa jadi pertimbangan.
"Sanksi terberatnya bisa sampai pemberhentian, tapi itu tergantung nanti pembuktiannya," kata Kaspudin saat berbincang dengan detikcom, Kamis (5/9/2013).
Aturan soal perilaku jaksa tercantum dalam Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia nomor PER-067/A/JA/07/2007. Di situ, seorang jaksa dilarang menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi dan dilarang melakukan penekanan fisik atau psikis kepada orang lain. Sejumlah larangan lain juga tercantum.
Nah, sanksinya cukup bervariasi, mulai dari administratif, skorsing, hingga pemberhentian oleh jaksa agung.
"Yang harus jadi pertimbangan juga efek dari perbuatannya. Dampaknya orang kan jadi ketakutan dan menilai buruk korps Kejaksaan," tambah Kaspudin.
Rencananya, Komisi Kejaksaan akan menggelar sidang pleno untuk melakukan pengawasan terhadap kasus ini. Laporan soal isu anak jenderal hingga aksi 'koboi' yang berulang kali sejak bertugas di Medan akan ditelusuri.
"Besok kita plenokan, semuanya kita telusuri," imbuhnya.
Jaksa Marcos dikabarkan bukan hanya sekali bersikap arogan dengan senjata api. Di SPBU Ciater, dia juga pernah menodongkan senjata tahun lalu.
Lalu ketiga bertugas di Medan, Marcos juga pernah dilaporkan ke polisi oleh seorang pengendara motor karena melakukan intimidasi dengan senjata. Namun kasusnya tak terdengar lagi.
Sumber: http://news.detik.com/read/2013/09/05/124700/2350134/10/aksi-gebrak-pistol-di-spbu-apa-sanksi-kejagung-bagi-jaksa-marcos?991101mainnews