Rabu, 14 Agustus 2013

Pria Ini Membuat Film Animasi Setelah Divonis Seumur Hidup Dirawat di Rumah Sakit,

Sao Paulo, Brazil, Penyakit polio telah merampas masa kecil Paulo Henrique Machado. Hingga sampai 45 tahun kemudian, dia masih terbaring di ranjang rumah sakit. Namun kondisinya ini tak membuatnya putus asa. Dia bahkan bisa membuat film animasi tentang hidupnya sendiri.


Menghabiskan hidupnya di rumah sakit, Paulo (45) juga harus kehilangan ibunya saat dia masih berumur 2 hari. Polio membuatnya menjadi lumpuh. Dia membutuhkan respirator buatan untuk bisa bernapas, tak bisa berjalan tanpa bantuan, dan sudah 50 kali hampir mati.

Berjuang melawan kondisinya yang melemahkan, Paulo belajar menjadi animator komputer dan membuat film tentang cerita hidupnya bersama sahabat yang juga teman sekamarnya, Eliana Zagui. Sama seperti Paulo, Eliana terserang polio saat masih kanak-kanak dan harus tinggal di rumah sakit sejak saat itu.

"Beberapa orang mengira kami seperti suami istri, tapi kami lebih seperti kakak beradik. Setiap hari, ketika saya bangun saya memiliki keyakinan bahwa kekuatan saya ada di sana. Eliana. Saya percaya dia dan dia mempercayai saya," kata Paolo seperti dilansir Daily Mail, Kamis (15/8/2013).

Di rumah sakit Sao Paulo Clinicas, Brazil, sepasang sahabat ini merupakan 2 dari 11 orang yang dirawat karena polio yang mewabah di tahun 1970. Kesemuanya menghabiskan hidup di rumah sakit dan sempat hidup dibantu dengan alat bernama 'torpedo', yaitu paru-paru buatan dari besi.

Dengan harapan hidup yang rata-rata hanya sepuluh tahun, Paulo dan Eliana mau tak mau menyaksikan teman-temannya pergi, satu per satu. Dokter sendiri tidak pernah mengerti mengapa Paulo dan Eliana bisa hidup lebih lama dibandingkan pasien lain. Pengalaman sedih tersebut mendekatkan keduanya.

"Itu sulit. Setiap kehilangan seperti menyiratkan kehilangan fisik, seperti mutilasi. Sekarang hanya tinggal kami berdua, saya dan Eliana," kata Paolo.

Kedua sahabat masih dapat menempuh pendidikan dengan baik. Eliana kini menjadi seorang penulis yang sudah menerbitkan buku. Dia menghabiskan waktunya menulis atau melukis menggunakan mulut.

Sedangkan Paulo menggunakan keterampilan komputernya untuk membuat animasi. Dikombinasikan dengan cerita Eliana, mereka membuat film animasi 3-D berjudul 'The Adventures of Leca dan Her Friends'.

Leca merupakan nama julukan bagi Eliana. Yang unik, kesemua karakter dalam film ini sebenarnya adalah tokoh nyata karena merupakan kisah dari teman-teman mereka sendiri yang dirawat bersama di rumah sakit.

Pada bulan Mei tahun 2013 lalu, Paulo berhasil mengumpulkan donasi sebesar 45.000 Poundsterling atau sekitar Rp 715,3 juta melalui kampanye online. Dengan uang ini, dia dapat segera mewujudkan mimpinya, membuat film animasi.

Kemajuan teknologi memungkinkan mereka bisa melihat dunia luar seperti halnya orang lain. Tapi karena berisiko tinggi mengalami infeksi, Paulo dan Eliana jarang bepergian ke luar rumah sakit. Bagi mereka, pengalaman paling berkesan adalah saat berkunjung ke pantai di tahun 1990-an.

"Ada beberapa perjalanan yang paling berkesan, misalnya melihat pantai untuk pertama kalinya ketika saya masih berumur 32 tahun. Saya membuka pintu mobil dan melihat laut, lalu berpikir 'Wow! Apa ini?'," ujarnya.

Karena sudah tinggal di rumah sakit begitu lama, mereka diizinkan menghias kamar sesuka hati. Walau sesekali berdebat, mereka sepakat berbagi ruang tengah. Sisi kamar milik Paulo diisi oleh film-film, sementara milik Eliana dipenuhi buku dan boneka.

Sumber: http://health.detik.com/read/2013/08/15/110122/2330388/1202/seumur-hidup-dirawat-di-rumah-sakit-pria-ini-bisa-membuat-film-animasi
Powered by Blogger